Sejak pertengahan tahun ini, Microsoft kembali menegaskan pada para penjual komputer bahwa mereka tidak akan mentolerir lagi perilaku yang bisa membuat penjual komputer lain, perusahaan dan konsumen menanggung risiko akibat penjual itu memasarkan software bajakan. Menurut keterangan yang dilansir Departemen Hukum Regional Microsoft yang berbasis di Singapura, saat ini produsen software terbesar itu terus menggelar kampanye anti pembajakan. Tujuannya untuk mengidentifikasi dealer yang menjual PC baru berisi software Microsoft bajakan.
Metode yang digunakan, Microsoft menyebarkan penyidik swasta yang ditugasi untuk membeli komputer baru secara acak di toko-toko komputer dan mengirim komputer itu ke teknisi software. Komputer yang dibeli kemudian diuji apakah dipasangi software asli dan berlisensi atau bajakan. Dari penyelidikan yang dilakukan di Jakarta, Bandung, Medan, Makassar, dan Surabaya, terungkap bahwa 60 persen dealer komputer yang dipilih secara acak menjual komputer dengan software asli di dalamnya. Artinya, masih ada 40 persen penjual yang memasarkan komputer dengan software palsu.
“Inisiatif ini memang terkesan sangat keras. Beberapa dealer yang terbukti menginstalasikan software bajakan tidak senang,” kata Jonathan Selvasegaram, Regional Attorney Microsoft. “Namun demikian, mereka perlu memahami alasan kami melakukannya,” ucapnya. Selvasegaram menyebutkan, selama enam bulan terakhir, Microsoft telah menerima 369 keluhan dan laporan dari konsumen. “Mereka melaporkan masalah pada komputernya yang di-install software bajakan,” ujarnya.
Selain itu, menurut Selvasegaram, sejumlah konsumen dan dealer PC yang selama ini selalu menginstalasikan software asli juga melakukan pendekatan pada Microsoft. “Mereka menanyakan langkah apa yang kami lakukan terhadap jaringan toko yang menawarkan software bajakan,” ujarnya. Selvasegaram menyebutkan, dealer-dealer jujur mengaku tak dapat bersaing. “Jika kami tidak ambil inisiatif, konsumen akan menanggung akibatnya, dealer jujur bisa bangkrut,” kata Selvasegaram. “Kami akan tegas tapi adil dan mengutamakan prinsip untuk membangun sikap saling menghargai,” ucapnya.
Pembajakan Merusak Industri
Pembajakan Merusak Industri
Survey yang membuktikan masih banyaknya pedagang yang mengisi komputer yang dijual dengan software asli diamini oleh Steven Andy Pascal, Sales Manager PT Balisoft Lintasmedia, salah satu distributor software asli di Indonesia.
“Sejauh ini memang begitu kenyataannya, banyak dealer yang menjual dengan software bajakan. Itu yang merusak pasar dan membuat harga menjadi tidak kompetitif,” kata Steven pada VIVAnews, 15 November 2010. Sebagai contoh, kata Steven, di sini menjual satu set komputer seharga Rp6 juta dengan software asli. Tetapi di sebelah jual Rp5 juta dengan software bajakan. “Kalau usernya dari pengguna rumahan yang tidak mengerti masalah software original, jelas pilih yang Rp5 juta, toh?” ucapnya.
Menurut Djarot Subiantoro, Ketua Umum Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia (ASPILUKI), di Indonesia, tingkat pembajakan sistem operasi dan software, khususnya software milik Microsoft memang sudah menurun. Salah satu alasannya adalah karena produsen software itu sudah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir pembajakan. Misalnya dengan menyediakan paket untuk pelajar, bekerjasama dengan produsen hardware untuk menyediakan software asli di paket penjualannya, dan sebagainya.
“Akan tetapi sayangnya, untuk pembajakan aplikasi, misalnya game, aplikasi ilmiah, bisnis dan aplikasi terapan lainnya, saya perkirakan persentasenya masih buruk, belum jauh bergerak dari tahun-tahun sebelumnya,” kata Djarot pada VIVAnews, 15 November 2010. Langkah yang dilakukan oleh Microsoft ini, dengan melakukan investigasi acak dipandang Djarot belum menimbulkan efek jera bagi pelaku, akan tetapi baru sebatas untuk menilai efektivitas hasil program-program yang mereka lakukan.
Hal ini juga diamini oleh Steven. “Kalau efek jera, rasanya mungkin iya. Tetapi hanya bagi mereka yang tertangkap menjual software bajakan,” ucapnya.
Software Asli Mahal?
Software Asli Mahal?
Jika pengguna beralasan membeli bajakan lebih murah, ASPILUKI, sebagai asosiasi yang menaungi sejumlah produsen aplikasi lokal tidak sependapat. “Mahal atau tidak itu relatif, karena membuat dan memelihara software atau aplikasi juga membutuhkan biaya tinggi agar sang pengguna dapat memperoleh atau memanfaatkan aplikasi tersebut dengan nilai yang sepadan dengan yang telah mereka keluarkan,” ucapnya.
Agar lebih efisien, kata Djarot, sebelum pengguna memutuskan untuk membeli aplikasi tertentu, mereka perlu lebih dulu mengetahui kebutuhannya. “Pilih software yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan, dan gunakan model bisnis yang tepat agar pengeluaran untuk membeli software asli menjadi efektif,” ucapnya.
Selain itu, untuk mengurangi pembajakan di Indonesia, kata Djarot, semua pihak harus sepakat lebih dulu, mengacu ke sasaran bersama yaitu peningkatan produktivitas dan inovasi suatu usaha ataupun industri. “Tidak ada yang boleh ambil jalan pintas untuk keuntungan sendiri secara instan, tanpa mempedulikan kepentingan pihak-pihak lain,” ucapnya. “Bentuknya sendiri bisa dengan cara persuasif melalui sosialisasi dan pemahaman,” kata Djarot. “Dan bagi yang kebangetan, harus dikenakan law enforcement,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar